Posted in just write

Kebodohan

Ada orang yang nyaman dengan kebodohannya dan kemudian dia merasa bahwa yang dia lakukan bukan kebodohan, tapi masih dalam batas kewajaran menurut pandangan beberapa orang, bukan semua orang.

Dia tak mau ambil pusing dengan semua pernyataan atau pandangan yang menunjukkan bahwa yang dia lakukan adalah jelas-jelas kebodohan. Sekalipun sebenarnya dia tahu bahwa itu memang kebodohan.

Tetapi dia terlalu nyaman dengan kebodohannya. Jadi tetap saja dia berdiri di tempatnya. Enggan melihat dan mendengar sekitarnya.
Lalu dia bertambah bodoh..

Tetapi ada orang yang kemudian menyadari bahwa menjadi bodoh tak jauh berbeda dengan menjadi seorang pengecut. Takut mencari jalan yang lain, enggan berubah karena tak mau melihat kesalahannya sendiri dan mengetahui bahwa dirinya memang bodoh.

Suatu saat dia akan menyesal, lalu menertawakan dirinya sendiri yang terlampau lama larut dan nyaman dalam zona bodohnya. Dia akan menyadari begitu bodohnya dia, lalu akan mulai pergi mencari jalan yang menjauhi kebodohannya..
Bertobat dan tak lagi menjadi keledai.

Posted in just a story

Piala Kecil Untuk Ibuku

Kurapikan krayon warna -warniku. Sejenak kuamati gambar yang baru saja kubuat. Gambar yang telah berulang kali kubuat sejak beberapa hari yang lalu, kucoba mengganti warna di sana sini tiap kali kubuat yang baru. Tak terhitung berapa kali aku berlatih, mencoba agar gambarku lebih baik.
Kumasukkan krayon, spidol, pensil, penghapus dan alat gambar lainnya ke dalam tas ransel warna biruku. Kucek satu – persatu. Aku tak ingin ada yang tertinggal esok hari
Ibuku hanya tersenyum melihatku, “Sudah.. sudah lengkap, tidurlah.. Daripada besok tak bisa bangun pagi.”
Bergegas aku menuju kamarku. Tak lama aku terlelap..

Esok paginya, aku bangun lebih pagi. Segera aku mandi, kupakai kaos merah muda dan celana hitam yang baru diberikan ibuku. Kusisir rapi rambutku.

“Sarapan dulu ya nak.. Biar gak lemas nanti di sana..”
Sepiring nasi hangat dan telur goreng sudah tersaji di meja makan. Aku pun melahapnya dengan semangat.
“Bu, nanti ibu ikut kan ? Aku baru pertama kali ikut lomba. Aku ingin ibu menemaniku.. Ya ??”, aku memohon pada ibuku.
Lama ibuku menjawab, “Ibu mau naik apa nak ? Kita tak punya mobil seperti orang – orang. Ibu juga tak cukup kuat untuk membonceng kamu dan temanmu naik vespa 30 kilometer jauhnya. Ibu tak berani, terlalu jauh. Lagipula siapa yang akan mengurus adikmu nanti ? Sudahlah, kamu diantar Mas Ahmad saja ya ? Lain kali saja ya nak.. kalau di dalam kota saja. Tak jauh – jauh.. ya ?”
Sedih aku mendengarnya. Tapi memang benar kata  ibuku.
Pukul 8 pagi aku berangkat bersama seorang temanku, diantar sepupuku, menumpang mobil tetangga. Setengah jam kemudian aku sampai. Sungguh ramai. Anak – anak di sana sini, ditemani paka ibu mereka. Aku sedih.. Tak ada ibu atau bapakku yang menemaniku.

Lomba menggambar yang kutunggu – tunggu dimulai juga. Aku menggambar penuh semangat. Krayonku bertebaran di mana – mana, spidol berserakan. Aku tak peduli anak – anak lainnya menggambar dengan sangat bagus. Aku hanya ingin menggambar. Gambarku yang terbaik, untuk ibuku..

Tengah hari panitia mengumumkan bahwa tak lama lagi penjurian selesai. Beberapa anak  yang kulihat gambarnya sungguh bagus tampak percaya diri. Apalagi mereka yang kutau sudah menang di sana – sini. Mereka tersenyum menampakkan giginya, berbinar – binar matanya, berkata pada bapak ibunya, “Aku pasti menang kan bu.. pak ?”
Serta merta orang tuanya tersenyum bangga melihat anaknya. Nyaliku ciut. Aku tak seyakin mereka. Tak ditemani bapak ibuku. Tak merasa gambarku lebih baik dari mereka. Ingin menangis aku rasanya. Aku ingin pulang saja. Di rumah, menonton kartun kesayanganku. Bukannya di sini dan ingin menangis..

Tak lama panitia menyebutkan satu persatu nama pemenang. Harapan 3, 2 atau 1. Tak ada namaku disebut.
“Sudahlah, kita pulang saja mas. Mana mungkin ada namaku disebut di nomor 3, 2 apalagi 1 ?”, aku merengek minta pulang.
Tiba – tiba kudengar nama yang tak asing disebut, “Syaifiena Wijayanti.. kelas 5 dari SD Mangkujayan 1 Ponorogo..”
Aku tertegun.. terdiam.. tak yakin aku mendengar namaku disebut.
“Mana adik Syaifiena ? Ayo naik sini.. dapat juara 2..”
Aku berlari ke podium, tertawa, tersenyum, mukaku merah, malu…

Tak hilang rasa bahagiaku selama perjalanan pulang di bus. Kubaca berulang kali plakat di piala kecil pertamaku “Juara 2 Lomba Menggambar Dalam Rangka Hari Pahlawan se-Karisidenan Madiun”. Temanku juga tampak senang bukan kepalang. Bagaimana tidak, dia membawa pulang piala untuk Juara 1. Kami ingin segera pulang. Aku ingin segera pulang. Menunjukkan piala pertamaku pada ibuku..
Kulihat di kejauhan, ibuku duduk di depan teras rumah. Cemas menanti anaknya pulang. Ketika aku mendekat, ibuku tampak lega. Kutunjukkan piala pertamaku, “Bu, aku juara 2.. dapat piala !”
“Iya nak.. ibu tau kamu pasti menang. Ibu mendoakanmu di sini sekalipun ibu tak ada disampingmu tadi”, ibuku terharu.
“Berfotolah bersama bapakmu, ajak temanmu. Cepat.. tak apa, tak usah ganti baju. Bawa piala dan bingkisanmu. Segeralah kalian ke studio foto !”, ibuku berkata.
“Ibu tak ikut ?”, aku mengharap. Aku ingin berfoto bersama ibuku.
Menyesal ibuku berkata, “Tak usah nak, ibu di rumah saja. Lagipula siapa yang akan mengurus adikmu nanti ?”

Esoknya, piala kecil itu bertengger di meja sudut ruang tamuku. Ibuku bangga, bercerita pada tetangga. Wajahnya bahagia.. Tak akan pernah kulupakan.
Sejak hari itu, kuberikan piala lomba menggambar yang lain. Hingga berjajar di rak lemari piala. Untuk ibuku..

Walau sekarang aku tak bisa melihat wajah bahagia ibuku di Surga, aku ingin apapun yang kulakukan akan membanggakan ibuku. Aku akan jadi yang terbaik, aku berjanji. Aku akan berusaha. Aku akan selalu membanggakanmu seperti saat aku berumur 11 tahun itu.

Posted in just a story

PERANG.. !!

Jari telunjuknya tangan kanannya bersiap di pelatuk, digenggamnya erat senapan laras panjangnya. Matanya mengamati dengan teliti sasaran tembaknya. Nafasnya memburu, bulir – bulir keringat tampak menetes di pelipisnya.

Di sebelahnya, temannya juga bersiap. Dia terlihat lebih mantap, “Oke Do, sasaran akan segera lewat di depan kita. Siap kan ?”.

Aldo yang sudah cukup tenang menjawab mantap, “Siap Ri ! Hari ini harus sukses seperti kemarin.”

Kemarin mereka sukses meledakkan pesawat yang menjadi sasaran mereka. Aku menyimak cerita itu dari Aldo.

“Tembakan kami beruntun, tak berhenti sekejap pun hingga senapan kami kehabisan peluru. Bola api beterbangan di mana – mana, ke arah manapun, suara ledakan bertalu – talu seperti  suara bedug adzan. Tak berhenti hingga kami menghentikan tembakan kami.”, Aldo menjelaskan dengan mata berapi – api dan sesekali menghentakkan kakinya untuk memberi efek suara lain dan menunjukkan arah kesana kemari.

Aku menyimak, membayangkan seperti apa keadaan yang mereka gambarkan. “Terus Do, si Ari gimana?”

“Ari juga menembak, tak kalah sengit dia. Pintar sekali dia menembak ! Dia menembakkan ke udara, mengenai ekor pesawat itu. BUUMM ! Kami mendengar ledakan keras dan percikan api, seperti kembang api tahun baru. Tapi ini siang hari, bukan dini hari !”, Aldo lebih bersemangat bercerita, menggambarkan keadaan dia dan Ari yang sedang memburu pesawat sasaran mereka kemarin.

“Tapi tiba – tiba Ari berkata padaku, katanya aku tak boleh berisik. Aku diam di tempat. Ari tampak pucat dan berkeringat. Aku bertanya padanya mengapa. Tapi dia terduduk lemas di sampingku. Terengah – engah sambil sesekali mengintip ke arah rumah di belakang kami.”

“Memang ada apa Do ?”, aku penasaran.

“Kata Ari ada polisi datang, dia melihat wanita tertembak. Dan Ari yang tak sengaja menembak wanita itu !! Ssst.. jangan pernah katakan ini pada siapa pun ! Berjanjilah padaku !”

Aku menelan ludah, tampaknya aku salah mendengar cerita, “Iya Do, aku diam aja. Gak akan aku bilangin siapa – siapa”, aku menjawab permintaan Aldo dengan terpaksa. “Terus pesawatnya ??”

“Pesawatnya menukik, meninggalkan jejak asap hitam mengepul di awan putih. Mengotori langit. Moncong pesawat itu menabrak tanah, badan pesawatnya terseret cukup jauh. Ekor pesawatnya berasap, api berkobar – kobar.”, Aldo menjelaskan dengan menggerakkan tangannya seakan itu pesawat, jatuh ke tanah.

“Dan kami menang ! Hahahaha. Kami berlari menjauhi pesawat itu dan polisi yang kebingungan di belakang kami. Tampaknya polisi itu adalah suami si wanita yang Ari tembak.”, Aldo menyelesaikan cerita penyerangannya kemarin.

Hari ini sasaran mereka adalah bus. Bus berwarna merah yang tampaknya penuh penumpang. Bus yang tampak tak bersalah itu mulai berjalan perlahan. Tak merasa bahwa ada yang mengintainya. Kecepatannya semakin meningkat, hampir sampai di persimpangan tempat Aldo dan Ari mengamati bus ini sejak beberapa menit yang lalu.

Sementara itu Aldo dan Ari bersiap di tempat persembunyian mereka, mengamati gerak bus sasaran mereka. Senapan sudah digenggam mantap, jari sudah bersedia di pelatuk, tinggal menunggu saat yang tepat.

Beberapa detik kemudian Ari berteriak memberi aba – aba, “TEMBAAKKK.. !!!”

Tiba – tiba di belakang mereka berdiri seorang wanita paruh baya, wajahnya kusut masam, menatap marah pada me

reka dan berteriak seru, tak kalah seru dengan aba- aba Aldo dan Ari, “Aldo, Ari ! Kalian mau merusak mainan siapa lagi hari ini.. ! Sudah berhenti mainannya ! Nanti Ibu bilang ke Bapak biar menyembunyikan peluru plastik kalian. Bikin nangis anak orang aja, ayo mandi ! Kalian kemarin sore tak mandi kan ?!”

Aku tertawa melihat Aldo dan Ari kecewa. Penyerangan bus mereka kali ini gagal. Peluru mereka pun disita Ibunya. Dan sialnya mereka harus mandi sore ini. Yah, mereka berdua tak suka mandi. Seperti kebanyakan anak berusia 5 tahun seusianya. Tapi mata mereka berapi – api. Bertekat mencari tau dimana peluru mereka akan disembunyikan bapaknya dan sekaligus berpikir di mana mereka harus bersembunyi untuk penyerbuan truk milik Tino besok…

7 Mei 2011, setelah menjaga Aldo dan mengobrol bersama, anak Ibu kamar kost sebelah.

Imajinasi anak kecil itu sangat liar, dan menyenangkan..

Posted in just write

Apa Hidup ( Menurut Saya ) ?

Kemarin saya ditanya 2 kali tentang hidup saya. Pertama, saya ditanya apa makna hidup buat saya. Belum selesai saya memaparkan jawaban tentang apa arti hidup buat saya, saya kembali ditanyai apa filosofi hidup saya hingga saya sudah melakukan banyak hal dalam hidup saya. 2 pertanyaan ini membuat saya berpikir, sejauh apa saya memaknai hidup saya.

Jawaban pertama saya adalah hidup bagi saya adalah ujian dari Tuhan apa kita sudah menghargai kesempatan untuk merasakan menjadi makhlukNya dan bagaimana kita memahami pentingnya Tuhan bagi kita. Tuhan tak butuh apapun dari hidup kita, justru kita yang membutuhkan Tuhan. Tapi jawaban itu dianggap terlalu luas, kebanyakan orang akan menjawab serupa. Saya menjawab lagi, hidup itu adalah proses pembelajaran, yang dibatasi oleh takdir tentunya. Yah mungkin ini adalah jawaban untuk meringkas semua pemikiran saya tentang hidup. Beberapa kali saya menulis tentang hidup, memaparkan secara tidak langsung apa arti hidup menurut saya.

Saya menikmati hidup saya, setidaknya saat ini, setelah saya memahami bagaimana memaknai dan melakukan hidup dengan benar. Dan untuk mencapai itu tentu saja saya butuh proses dan pembelajaran, mengalami ini itu, yang juga bagian dari hidup. Hidup bagi saya bukan tentang apa yang kita peroleh. Hasil itu cuma tujuan yang berarti akhir. Hidup itu tentang apa yang akan kita lakukan untuk mencapai hasil itu. Beberapa kali saya membaca atau mendengar seseorang yang mengeluhkan tentang hidupnya, mengapa begini mengapa begitu bahkan pernah ada yang berkata andai dia tau bagaimana masa depannya sehingga dia tak perlu melakukan apapun yang menyusahkan hidupnya. Pesimis sekali pikir saya ? Lalu apa esensi hidup kalau kita tau begitu saja jadi apa kita 5 tahun lagi  atau tau kapan kita mati ? Seperti saat kita main game, kita tau bahwa kita akan kalah, apa serunya kita main game ? Buat saya, hidup itu bukan untuk tau kapan kita mati, tapi untuk melakukan sesuatu yang berarti sebelum kita mati.

Ya memang, hidup itu simplenya kita menunggu mati. Mau apa kita ? Mau jadi apa kita ? Kalo ga mau susah – susah, ngapain hidup. Mati saja, selesai urusan. Itupun jika Tuhan mengijinkan. Hidup tanpa emosi, tanpa sesuatu yang kita hadapi agar kita belajar itu hambar. Makanya, saat suatu waktu saya menyelesaikan ujian dari Tuhan dan saya berada di zona nyaman, saya akan keluar. Mencari yang baru, mencari sesuatu untuk kembali dimaknai dan dipahami, mencari sulit, mencari tantangan. Tapi bukan berarti saya mencari masalah atau membuatnya. Saya akan keluar, mencari komunitas baru, mengenal orang baru, mencari hal baru untuk dipelajari, mencari hobi baru, membuat tujuan baru, mencoba apapun selagi saya mampu. Kalau tak begitu, saya tak belajar lebih banyak. Menulis, menggambar, mendesain, menjadi arsitek, bermain musik, bermain teater, fotografi, lomografi, photo talent, semua saya coba. Bukankah hidup di dunia tak melulu berhenti pada satu tujuan ?

Kenapa saya tak takut ? Karena saya menikmati semua proses yang saya lakukan, saya menikmati hidup saya. Dan bukankan kata menikmati itu bertentangan dengan kata takut ? Saya menikmati setiap pelajaran yang saya dapat. Seringkali saya tak mendapat pelajaran itu begitu saja. Saya harus memutar hati dan otak, mencampurkan ilmu ikhlas, sabar dan memandang dari berbagai sudut pandang untuk menemukan jawaban dari beberapa pertanyaan kenapa.

Hidup bukan tentang harta, kebahagiaan, putus asa atau dendam. Hidup itu tentang apa yang kita lakukan dengan apa yang kita punya, bagaimana agar kita bahagia, mengatasi keputusasaan dan melawan dendam yang merusak diri kita. Hidup itu pemikiran kita. Saya melalui semua, dengan apapun yang saya bisa, semampu saya untuk bertahan dan bersabar, sebisa saya untuk memahami itu dari semua sudut pandang. Dan hasilnya, segudang pembelajaran saya dapat untuk lebih menghargai sekejap waktu saya di dunia untuk merasakan hidup. Saya ingin membuat hidup saya lebih bercerita.

Sekarang, setelah saya menikmati apapun dalam hidup saya, saya sangat mencintai hidup. Bahkan saya lupa kapan terakhir kali saya mengeluh tentang hidup saya. Kehilangan, pengkhianatan, kebencian, cinta, bahagia, kemarahan, semua itu bagian dari hidup saya yang sangat ajaib. Tuhan hanya memberi kita titik dimana kita berhenti pada tiap hasil. Dia membebaskan kita untuk memilih jalan apa yang kita lalui untuk menuju titik itu. Jadi saya mulai bersyukur dengan semua dan mulai mencoba berjalan dengan apapun resikonya untuk menikmati hidup saya. Sedih dan bahagia ada porsinya masing – masing. Percuma kita memprotes bahkan berteriak Tuhan tak adil, kita tak bisa menolak takdir. Lagipula kita semua tau Tuhan itu Maha Adil dan Maha Sempurna membuat skenario setiap manusia. Tinggal kita yang menentukan nasib kita. Jadi nikmati saja hidupmu, syukuri semua, pelajari apapun yang ada selagi bisa. Jadilah sesuatu di dunia, jangan hanya sekedar mengisi dunia.

Itu hidup menurut saya. Kalau menurut anda ?

Posted in just a story

Mencintai Imajinasi

“Bagaimana harimu ?”
Pertanyaan retoris lain di pagi ini. Atau aku memang tak begitu berarti seperti dongeng – dongeng mustahil di tengah modernisasi ? Lebih baik kamu diam saja. Acuhkan saja pernyataan rinduku atau sekalian saja katakan kalau kita ini palsu.

Dingin, semu, seakan jemu melihat satu warna dalam dunia. Padahal baru 7 hari sejak kamu menawarkan diri menjadi kekasihku. Harusnya kita sedang saling menjadi candu, merindu malu – malu, selalu ingin bertemu, enggan dipisah jauh – jauh apalagi tak terhubung satu katapun. Tapi begitulah kenyataannya. Tak ada panggilan sayang setiap menit. Tak ada rindu membuncah yang membuat kembali ingin menatap senyuman atau melawan hasrat saat mata saling menatap. Semua dingin.. benar – benar dingin..

Sebulan lalu semua syahdu. Kamu dan aku, detak jantung kita bertalu tiap kita bertemu. Dari “Selamat pagi sayang, adakah aku dalam mimpimu semalam ?” hingga “Selamat malam sayang, terlelaplah dalam gelap. Aku disampingmu, menjagamu dari setan atau malaikat yang ingin mengganggu mimpimu tentang aku dan kamu”.
Tak bosan aku membayangkan nyamannya bahu bidangmu saat aku ingin bersandar. Tak bosan aku menginginkanmu, mengharap kata kita dalam cinta adalah nyata.

Hingga kamu mengatakan padaku suatu malam, “Maukah bersamaku mencipta kata kita ? Kita yang bahagia dalam cinta.. seperti inginmu ?”. Tak ragu aku mengangguk setuju. Aku bahagia tau bahwa hati kita memang beresonansi satu sama lain. Empati itu mungkin sudah menjadi simpati dan kita bertemu sang cinta mati.

Tapi kini semua mati, hatiku mati, cinta itu benar – benar berarti mati. Aku tak merindu, aku tak mencandu kamu, aku tak menangisi kamu, aku seakan tak mengenalmu dan lupa bahwa pernah ada kata aku sayang kamu. Tapi aku juga tak takut kehilangan kamu. Aku tak peduli, tak juga membencimu. Semua hilang begitu saja., sirna. Seperti selembar daun layu di musim kering yang terbakar api, menjadi abu lalu tertiup angin, berhamburan ke 8 arah mata angin. Habis.

Jika kupikir lagi, aku juga tak tau kenapa aku mau menjadi kekasihmu. Kamu itu tak lucu, kadang aku tak tau kamu mendongeng apa. Merapal doapun tampaknya jarang. Malah sering kamu minum ciu bersama teman – temanmu hingga pagi, lalu kamu berkata tak peduli lagi dengan dosa. Apa baiknya kamu selain otakmu yang cukup membawamu lebih maju ? Ahh tapi otakmu hanya mampu berkutat dengan deretan rumus dan angka rumit seperti ilmuwan – ilmuwan jaman dulu yang sudah mati. Logika hidupmu mana ? Berpikir bagaimana hidup dan masa depan seharusnyapun kamu tampaknya tak mau tau. Kadang aku kasihan padamu, kekasihku..

Yah.. tampaknya aku terlalu berharap kamu bisa menjadi seperti kamu yang selama ini ada dalam imajinasiku. Atau aku yang terlalu mencintai kamu yang ada dalam imajinasiku ? Aku tau itu semu, tapi nyatanya begitu.

Aha ! Kenapa aku baru sadar kenapa aku mau menjadi kekasihmu ? Dan kenapa aku tak takut kehilangan kamu ? Kenapa aku tak peduli kamu ?

Pergilah.. kalau kamu mau. Aku mungkin memang seretoris pertanyaan dan sapaanmu di pagi hari. Kamu mungkin hanya harapan imajiku ygn tak benar – benar nyata. Sosokmu ada, tapi hatimu berbeda.

Pergilah.. bukan kamu yang aku mau. Aku hanya mau kamu yang dalam imajinasiku. Yang mengantarku tidur dalam pikiranku dan tak bosan memanggil sayang seperti inginku. Yang tulus memelukku selama aku mau.

Besok aku akan berkata padamu, “Yang kucinta bukan kamu dalam realita yang sebenarnya palsu. Tapi kamu dalam imajinasiku yang terasa nyata buatku. Maaf sudah mengecewakanmu, jika aku memang berarti buatmu. Tapi kamu akan lebih membenci aku suatu saat nanti, jika kamu tau bahwa pikiranku hanya sering berkutat dengan sesuatu yang palsu dalam imajinasiku. Karena kadang nyata itu jahanam buatku.”

Posted in lets talk about music

Sisi Selatan

..stop your fire
stop the bomb down
let me breath in peace
cause, because this is our land..

              Beberapa deretan kata diatas adalah bagian dari lirik lagu berjudul Message from Gaza. Sebuah lagu dari sebuah band indie beraliran groove-metal ini mengangkat tema tentang perang saudara yang tak kunjung berakhir di Gaza. Jeritan tangis, ketakutan dan kutukan untuk perang tak berkesudahan yang tak pernah didengar dari rakyat Palestina menjadi inspirasi bagi mereka untuk membuat lagu ini. Sebuah harapan dari mereka agar perang tersebut segera berakhir. Perang yang mengisi jiwa anak-anak yang kehilangan orang tuanya dengan trauma yang akan mengakar di hati mereka.

Band bernama Sisi Selatan ini berasal dari sebuah kota kecil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Wonogiri. Nama Sisi Selatan diambil karena mereka berasal dari daerah selatan dari Jawa Tengah. Mereka ingin agar kota kecil mereka lebih dikenal masyarakat.  Dari segi filosofi, nama Sisi Selatan mereka ambil dari filosfi bahwa selatan adalah sisi dimana berkecamuk rasa murka dan jahat dalam diri anusia. Sisi selatan yang menurut mereka juga identik dengan arah bawah dalam gambar 2 dimensi mata angin menggambarkan rasa tunduk akan Sang Pencipta. La dalam kata Selatan mereka artikan sebagai tidak ( dalam bahasa Arab ). Secara keseluruhan, mereka berkonsep bahwa Sisi Selatan berarti sisi dimana kita tertunduk tapi bukan untuk setan.

Band yang terbentuk atas ide dari Kuncoro ( guitar ), Rizal ( Bass ), Adit ( drum ) dan Ronald ( Vocal ) ini terbentuk pada tahun 2008, yang beberapa bulan kemudian menambahkan Adi untuk melengkapi personel mereka ( guitar ).

Sejak tahun 2008 hingga kini, sekitar 70 gigs sudah ada dalam daftar list pentas mereka. Beberapa kali mereka menjadi band pembuka / opening act untuk band – band Metal seperti Dying Vetus ( Rock in Solo, 2010 ) dan Burgerkill ( Surya12, 2010 ). Mereka juga tergabung dalam band Treakk Tour tahun 2009 dan 2010, sebuah event berisikan band-band indie yang mengadakan rangkaian konser tour di wilayah karisidenan Surakarta ( Solo, Sragen, Karanganyar, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri ).

Awalnya mereka mengcover lagu-lagu dari Lamb of God, As I Lay Dying, dan band metal lainnya. Bosan dengan lagu orang, mereka mulai membuat beberapa single yang aransemennya terinfluence oleh Lamb of God, Dream Theatre dan Job For A Cowboy. Tapi tak seperti kebanyakan band metal atau hardcore, mereka memilih tema politik atau sosial untuk mengisi lirik lagu mereka. Seperti lagu Message from Gaza, lagu ini mengangkat tema sosial dari penderitaan rakyat Palestina sebagai korban perang karena keegoisan pihak yang tak punya belas kasihan.

Lagu lain seperti 34:1 ( bayang hitam ), mengangkat tema hukum di Indonesia. Judul lagu ini diambil dari pasal 34 ayat 1, yang menjelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Tapi seperti yang kita lihat, pasal ini hanya sebatas tertulis dalam daftar pasal negara tanpa realisasi pasti bahkan hampir terlupa, tanpa bukti. Lagu ini menceritakan tentang dendam seorang anak yang homeless dan menjadi anak terlantar. Dia merasa negara tak peduli padanya dan menyadari bahwa ternyata jiwa anak terlantar adalah sesuatu yang tak begitu berharga dan tak berarti bagi negara. Dan mungkin pasal 34:1 lebih pantas dengan isi yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar diasingkan oleh negara.

Lagu berjudul Aku Dipaksa Mati juga menyindir masalah adanya hukuman mati di Indonesia yang masih menjadi bahan rapat dan diskusi di meja petinggi negara. Hukuman ini dinilai melanggar hak asasi manusia. Mungkin bagi negara yang menggunakan hukum Islam, hukuman mati akan mudah diterima. Tapi mungkin akan tidak semudah itu di negara multikultural semacam Indonesia. Lagu ini menceritakan tentang seseorang yang merasa dipaksa mati oleh manusia karena dia mendapat hukuman mati, seperti dalam liriknya yang berbunyi “aku dipaksa mati, mereka bukan Tuhan..”.

Sebuah lagu lain lagi berjudul Premature System juga menyindir segala sistem yang dipaksakan untuk diterima. Yang mereka maksud di sini adalah segala sistem negara kita yang dari dulu bersifat prematur. Menurut mereka, hampir segala sistem di Indonesia dibuat dengan memaksakan kehendak dan paksaan. Alhasil, beberapa sistem akan mandeg di tengah jalan, tanpa kejelasan tapi justru dengan kemubadziran. Beberapa sistem tak benar – benar matang, dibuat tergesa seperti asal kejar setoran. Tak signifikan bahkan terkesan memaksa. Mungkin karena dari sistimnya sendiri sudah tak baik, sistem yang terbentuk pun akan menajdi seperti ini. Bagi mereka, sadar atau tidak memang inilah yang terjadi di negara Indonesia.

Memang beberapa lagu mereka juga mengangkat tema percintaan seperti lagu Late Apologize atau pengkhianatan dalam lagu berjudul Pengkhianat. Tapi mereka cenderung memilih tema sosial dan politik sebagai inspirasi mereka.

Saat ini, Sisi Selatan tengah sibuk take untuk persiapan album mereka. Sekitar 11 lagu sudah ada dalam list mereka. Untuk proyek lagu – lagu berikutnya, mereka akan lebih memilih tema sosial yang cenderung lebih universal daripada politik yang kata mereka bullshit. Saatnya ditanya apakah tak ingin mengusung tema cinta atau sesuatu yg sadis, salah seorang personel menjawab, “Cinta – cintaan biar boyband atau afgan aja yg nyanyi. Ntar saya ngrebut rejeki orang hahaha. Karena pembelajaran hidup selalu bisa membuat orang mau belajar berdiri ketika jatuh. Dan berlari daripada berjalan.”


Posted in kata berima

Puisi Cinta

Aku tak pandai berfrasa agar kau tau apa yang kurasa
Lagipula cinta bukan sekedar kata
Dan lisan tak cukup menyampaikan
Basi jika hanya bahasa yang mendefinisi
Paling hanya sebatas terminologi atau etimologi
Bukan arti yang berarti
Jadi, rasakan dengan hati..
Mungkin kata orang ini cinta mati
Yang kutau, aku ingin memberi arti tanpa harus menjadi arti
Membuatmu bahagia tanpa harus ikut bahagia
Menjadi kekasih tanpa harus menajdi yang terkasih
Mengisi hidup sampai aku meredup dan tak sanggup