Posted in me and camera

long weekend with my holga

Long weekend bulan ini, saya sudah sangat berniat kembali mengunjungi Jogjakarta. Selama 4 hari saya menghabiskan waktu bersama holga saya.. bertemu teman-teman, nongkrong di KM nol, angkringan semesta, angkringan KR, makan di burjo, nonton jazz gratis, nonton festival film prancis gratis, jalan-jalan ke pasar bringharjo, hmm.. sesuatu yg lama tak ada dalam cerita hari-hari saya..

Posted in just write

Pengalaman Kerja itu…

Menjelang siang hari tadi, saya sedikit terlibat pembicaran tentang pengalaman kerja dengan seorang teman kerja yg sudah senior di kantor.
Membuka obrolan dia bertanya, “Rencana mau lama kerja di sini ?”
“Ga tau juga pak hahaha”, saya tertawa menjawabnya, dan memang saya benar-benar belum tau.
Si bapak heran, “loh, sallary udah cocok kan ?”
“wah pak.. kalo masalah sallary, lebih banyak di tempat kerja sebelumnya daripada gaji awal di sini pak hehe”, saya berkata jujur.
Si bapak tambah heran, “nah.. terus ngapain pindah ke sini ? udah enakan di sana kan berarti ?”
Saya juga ikut heran sekarang, “pak, saya kerja itu tujuan utamanya bukan uang. Salah besar. Tujuan utama saya cari ilmu, cari pengalaman kerja.”
Si bapak mulai mendebat, “Ya jangan gitu ngomongnya, ga suka saya. Kita kerja itu ya tujuannya cari duit. Kita dikasih kesempatan buat kerja, terus buat apa lagi ? Cari duit kan ? Duitnya ya buat hidup. Jangan terlalu berani coba-coba cari pengalaman lah. Iya kalau pengalamannya menghasilkan. Kalau ga ??”
“Pak, saya perempuan. Ayah saya tak mendidik anak wanitanya untuk bekerja mati-matian hanya untuk uang. Mencari uang itu nanti, kewajiban suami. Istri itu dedikasinya untuk keluarga, bukan untuk uang. Saya sekarang bekerja ya buat bantu nabung. Dan ya tadi pak.. cari pengalaman, cari ilmu sebanyak-banyaknya. Itu lebih berharga daripada uang”, saya menjelaskan panjang lebar.

Obrolan sejenak itu kemudian berakhir. Dan saya sedikit belajar lagi hari ini. Mungkin bagi laki-laki, kerja itu ya untuk cari duit, itu prioritasnya. Walaupun mungkin jg ini tak berlaku untuk semua orang. Tapi buat saya, uang tak pernah jadi prioritas, sama sekali. Ilmu dan pengalaman itu menu utamanya. Uang atau gaji itu hanya efeknya. Saya tak mau bekerja hanya karena uang.

Dulu sebelum saya kuliah, saya berpikir saya tak mau dapat nilai bagus hanya karena agar ip saya bagus dan bisa gampang cari kerja. Bukankah itu hanya ( lagi-lagi ) berujung pada uang ?
Jadi bagi saya, nilai bagus itu cuma efek karena saya sungguh-sungguh mencari ilmu, memahami apa yg saya pelajari. Masalah nanti nilai bagus, dan syukurlah gampang cari kerja adalah bonus dari usaha saya.
Semester 3 saya mulai bekerja part time. Alasannya ? Pengen tau rasanya kerja, pengen punya banyak teman yg beda jurusan dan beda kampus, gaji yg tak seberapa bukan prioritas. Efek baiknya, saya bisa mengurangi permintaan uang bulanan saya pada orang tua.Saya tak ingin merepotkan.
Sejak semester 6, saya bekerja menjadi asisten dosen di kampus. Alasannya, saya tau mau ilmu yg saya dapat hanya untuk saya simpan sendiri. Berbagi itu menyenangkan. Dan mengajar itu berbagi ilmu. Ilmu yg bermanfaat itu amal yg tak terputus walau nanti saya sudah mati. Jadi bonusnya tak hanya uang untuk saya tabung, tapi juga amal untuk tabungan akhirat.
Semester 8 saya juga merasakan menjadi librarian di kampus selama 6 bulan. Alasannya, agar bisa lebih dekat dengan buku tentunya. Karena saya harus berjuang satu semester penuh untuk tugas akhir. Dan perpustakaan adalah gudangnya buku. Gaji memang tak seberapa, tapi ilmu yg saya dapat sangat banyak, dan mudah dicari.

Hingga sekarang, pemikiran itu tetap saya pegang saat saya bekerja lebih serius di sebuah perusahaan developer. Gaji itu tetap bukan prioritas. Saya mencari ilmu dan pengalaman, seperti apa bekerja yg lebih serius di sebuah perusahaan dan bagaimana sebuah developer bekerja. Tentunya saya ingin agar ilmu arsitektur yg saya dapatkan selama di bangku kuliah bisa saya terapkan di sini, sebagai seorang arsitek tentunya. Sesuai cita-cita saya..

Ayah saya mengajarkan bahwa ilmu dan pengalaman itu jauh lebih berharga daripada uang.Ā Dan itu yg akan tetap saya pegang sampai kapanpun..

Bagaimana dengan kalian ? Apapun alasannya, lakukan semua dengan sungguh-sungguh. Itu caranya agar kita tak merugi apapun..

Posted in just write

Tentang Sebuah Film Berjudul Tanda Tanya ( ? )


Beberapa minggu terakhir, sebuah film karya Hanung Bramantyo menjadi banyak dibicarakan. Ada yang bilang ini film bermutu, tak berisi adegan saru seperti film biru berkedok komedi yg mencoba melucu atau film hantu yang pemainnya seperti tak memakai baju. Tapi ada yang menghina, mencerca, bahwa ini film tak berguna apalagi untuk generasi muda. Sebuah karya yg menyesatkan persepsi orang tentang perbedaan agama. Menegaskan bahwa memang sara masih sangat tabu di Indonesia.Yang jelas, film ini kontroversial sekali. Baik pemilihan temanya maupun adegan-adegannya.

Beberapa adegan seperti tertusuknya pendeta, kerusuhan dari sekelompok muslim kepada keluarga tionghoa, seorang muslim yg memerankan peran sebagai Yesus, memunculkan pihak yg pro dan kontra. Yg pro mengatakan bahwa film ini mendidik, banyak pesan moral dan memaparkan apa yg memang sebenarnya terjadi di indonesia dan bagaimana seharusnya kita menghargai multikulturalisme. Pihak yg kontra menuntut bahwa film ini harus ditarik dari peredaran karena akan merusak persepsi orang awam tentang perbedaan keyakinan tiap umat beragama.

Hmm.. saya jadi berpikir, ada apa dengan film ini ??
Bukan rahasia lg bahwa kadang uang bermain bersama strategi untuk mengangkat sebuah film dengan membuat isu-isu. Siapa yang tak mau uang saat semua berada dalam jangkauan yg tak mudah ? Yah kita sebagai orang awam tak tau apa-apa dibalik semua proses pembuatan sebuah film..

Beberapa hari yg lalu akhirnya saya memutuskan untuk menyempatkan diri menonton film ini. Bukan karena termakan strategi pemasaran tentunya. Tapi saya ingin tau, seberapa kontroversial apa film ini ? Menyesatkankah ? Atau memang komentar-komentar yg sudah muncul hanya datang karena mereka kurang menghargai multikulturalisme di indonesia ?
Setelah menghabiskan sekitar 105 menit menikmati film ini, saya berpendapat, “kata siapa film ini menyinggung sara bahkan menyesatkan ?? hahaha”

Saya mengamati film ini tak hanya dari sudut pandang ceritanya saja. Dari sisi estetika, DOP film ini pintar sekali memilih framing. Mata saya cukup dimanjakan dengan framing yg apik. Begitu juga pemilihan tonenya, sangat mendukung pemilihan setting film ini, sebuah kawasan kota tua di semarang. Lengkap dengan semua properti untuk mendukungnya. Dari segi dialog, beberapa kalimat yg dipilih juga bagus, tak retoris. Tak sekedar membuat dialog apalagi dialog yg mengajak menuju sesat, bahkan memberi pesan moral yg baik.

Beberapa thread yg saya baca tidak terima dengan seorang tokoh yg memilih untuk murtad dan berpindah agama menjadi katolik. Mereka menyumpah serapah adanya tokoh yg berpikiran seperti ini. Tapi tidakkah mereka melihat bahwa ada pula seorang tokoh tionghoa yg memilih untuk masuk islam. Lalu inikah yg mereka maksud menyesatkan ?

Beberapa statement membuat saya berpikir seperti statement, ā€œā€¦semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju kea rah yang sama, mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan.ā€
Kita lahir dengan hak untuk memilih agama apa yg kita anut. Bahkan di film ini ditunjukkan seorang ibu yg memilih menjadi Katolik tapi tak sedikitpun dia memaksa anaknya untuk keluar dari Islam. Bahkan dia tetap mengajari anaknya doa sehari-hari dan mengadakan syukuran khataman bagi anaknya. Sanag anak, sekalipun ia masuk duduk di bangku SD menghargai hak ibunya. Ia tak peduli apa agama ibunya, ia hanya ingin ibunya menjadi orang baik baginya, bagi Tuhannya dan bagi dirinya sendiri. Lalu inikah yg mereka maksud menyesatkan ?

Sebuah statement lain datang dari seorang pendeta, “pantaskah iman kita rusak hanya karena adegan drama ?”
Saya tergelitik mendengar statement ini. Mungkin sang sutradara memang ingin mengingatkan ini kepada para penonton karyanya. Karya film ini hanya memaparkan pesan moral dan kenyataan yg tak perlu ditutupi lagi. Karya ini tak menawarkan aliran tertentu bahkan mengajak penontonnya untuk pindah agama. Film tak mesti menyampaikan pesannya secara harfiah melalui gambarnya bukan ? Sebatas itukah pemikiran penonton yg berpikir bahwa karya ini menyesatkan ?

Sayangnya masih banyak masyarakat awam yg kontra, bahkan mencaci bahwa sang sutradara adalah mayat hidup. Sebuah film hendaknya tak hanya ditilik dari sudut pandang cerita atau temanya saja. Tapi dari semua unsurnya. Dan jangan mengatakan sebuah film itu jelek atau bagus hanya karena sepenggal adegan yg dilihat dari satu sudut pandang saja.

Dari film ini saya melihat memang beginilah indonesia dengan multikulturalnya. Mau tak mau kita harus menerima. Kalaupun kadang antar agama itu tak akur, kita semua sudah tau. Tak perlu malu mengakui bahwa itu memang benar, bahwa cerita dalam film ini ada benarnya dalam kenyataan. Kita berbeda, dan untuk itulah kita belajar memahami dan menghargai. Film ini mungkin terlalu kontroversial, tetapi itu hanya untuk orang-orang yg belum menghargai multikulturalisme di indonesia. Mari berpikir lebih kritis dan terbuka. Mari menjadi filter untuk logika dan iman kita sendiri, untuk apapun itu. .

Posted in just write

Mengamati Surabaya ( part 3 – Sunday Morning )

Tiap kota punya kebiasaannya sendiri ā€“ sendiri untuk menikmati minggu paginya, termasuk Surabaya. Di Yogyakarta masyarakat dan hampir kebanyakan mahasiswa menikmati minggu paginya dengan pasar dadakan di kawasan kampus UGM, Sunday Morning. 4,5 tahun sayaĀ  hidup d Yogyakarta, hanya beberapa kali saya mengunjunginya. Hanya jika saya mencari sesuatu yang saya butuhkan saja. Saya tak terlalu suka keramaian hehe. Minggu pagi pukul 6, saya berangkat bersama seorang teman untuk mengamati kebiasaan masyarakat Surabaya menikmati minggu paginyaā€¦

Seperti kebanyakan kota besar, banyak saya temui orang ā€“ orang berolahraga. Beberapa kali saya bertemu rombongan orang bersepeda. Orang ā€“ orang dewasa dengan mountain bikenya, remaja dengan sepeda fixienya ( di kota ini juga lagi trend fixie ) atau low rider, dan beberapa kali saya bertemu sepasang laki ā€“ laki dan perempuan dengan couple bike. Tapi tak banyak saya menemui orang dengan sepeda unta. Kemana sesuatu yang tua di sini ?? Menariknya, sebuah ruas jalan protokol utama ditutup hanya untuk kegiatan olahraga, baik itu jalan kaki, bersepeda, senam atau apapun asal tidak berhubungan dengan kendaraan bermotor. Saya teringat saat mengunjungi Bandung, seorang teman mengatakan bahwa sebuah ruas jalan utama juga ditutup untuk kegiatan semacam ini. Saya cukup respect karena kota ini masih mau merelakan jalan utamanya paling tidak seminggu sekali untuk warganya yang ingin bebas dari kendaraan bermotor.

Yang menarik di ruas jalan ini, ada beberapa pertunjukan topeng monyet yang musiknya tak kalah heboh dengan musik senam. Miris saya melihat monyet kecil yang berakting dengan tali terlilit di lehernya. Selain itu, saya sempat bertemu seorang bapak yg cukup tua, membawa sepeda unta yang banyak terpasang pernak ā€“ pernik. Ya kain, bunga, radio, plat nomer, entahlah mungkin itu barang-barang kesayangan dia. Kata seorang yg mengenal bapak itu, bapak itu sudah bersepeda selama beberapa tahun keliling Indonesia. Bapak itu duduk di sebuah kursi kecil di depan sepedanya dan memainkan gitar dan harmonica kesayangannya. Bukan untuk mengamen, tapi memang dia ingin berdendang. Satu lagi yg unik, saat menjelang pukul 8 ada sebuah sepeda motor yg nekat lewat jalan yg sedang ditutup untuk kegiatan non-kendaraan bermotor ini, akibatnya hampir sepanjang ruas jalan orang-orang berteriak menghina. Hahaha. Saya pikir ada apa, ternyata ada seorang pelaku kendaraan bermotor yg melintas di jalan ini saat jalan in belum kembali dibuka untuk kendaraan bermotor. Jadi buat yg membawa kendaraan bermotor, jangan nekat lewat sini saat jalan kembali dibuka untuk umum.

Saya melanjutkan perjalanan. Dan di suatu halaman sebuah gedung, saya melihat banyak orang melakukan senam aerobic bersama. Seorang mas ā€“ mas yang menjadi tutor di atas panggung kecil, bersemangat mencontohkan serangkaian gerakan pada ibu ā€“ ibu dan mbak ā€“ mbak. Beberapa bapak ā€“ bapak dan mas ā€“ mas yang lain berhenti di sekitar halaman tersebut untuk melihat ibu ā€“ ibu dan mbak ā€“ mbaknya, hahaha. Setelah saya bertanya pada teman saya, gedung itu adalah Balai Pemuda. Sebuah gedung multifungsi. Dan ternyata memang olahraga aerobic sangat digemari di Surabaya. Di beberapa kampung di Surabaya, warganya menikmati aerobicnya masing ā€“ masing dengan memanggil pelatih atau meminta salah satu warganya menjadi pelatih.

Melewati Balai Pemuda, saya menuju sebuah temporary market yang kerap disebut TP Pagi karena bertempat di daerah Tugu Pahlawan ( TP yang ini bukan Tunjungan Plaza ). Saya membayangkan mungkin ini semacam Sunday Morning di kawasan UGM Yogyakarta. TP Pagi hanya ada pada hari Sabtu pagi dan Minggu pagi. Dan setelah saya sampai, ternyata Sunday Morning kalah besar. TP pagi ini menghabiskan ruas jalan yang lebih panjang, dan tak berada di kawasan kampus atau kawasan lapangan terbuka. Pedagang ā€“ pedagang membuat stand di sepanjang jalan yang jalurnya tak cukup luas, dan bisa di tebak akibatnya, macet ( lagi ā€“ lagi saya harus bermasalah dengan macet haha ). Barang yang dijual, mengingatkan saya pada acara Sekatenan di Yogyakarta, baju ā€“ baju second dengan harga 5000 hingga 25.000. Kalau beruntung, bisa dapat barang bagus atau bahkan barang bermerek di sini. Beberapa stand yang saya temui memiliki ukuran yang sangat tidak manusiawi. Ukurannya kecil dan normalnya hanya cukup dimasuki 2 atau 3 orang. Tapi karena ramainya pasar, 6 hingga 7 orang sekaligus masuk ke tiap ā€“ tiap stand tersebut. Akibatnya mereka akan saling berdesakan dan kerap kali akan terdengan deretan sumpah serapah. Dan itu membuat saya mengurungkan niat untuk ikut ā€˜bertarungā€™ haha. Dari bahasa yang digunakan pedagang ā€“ pedagang yang ada, didominasi oleh orang Madura dan orang Surabaya sendiri. Sehingga awalnya saya cukup terkejut mendengan pembicaraan yang saya pikir sebuah pertengkaran hahaha.

Pukul setengah 9 saya memutuskan untuk pulang, cuaca panas mulai menyengat, dan jalan mulai dipenuhi kendaraan bermotor. Dan ini yang membuat minggu pagi di Surabaya tak sepanjang di kota lain. Tapi paling tidak, masih ada kesadaran warga Surabaya untuk meluangkan waktu membebaskan diri dari kendaraan bermotor, berolahraga untuk kesehatan mereka setelah seminggu penuh bekerja keras, dan sejenak meninggalkan mall untuk merasakan pasar.

Posted in kata berima

bahkan emosi ingin berubah..

terasing tak tersapa dan enggan menyapa
dia datang lagi ! menyusup masuk saat bahagia pergi karena bosan
nikmati saja menjadi hitam
indah itu bukan rutinitas
tak ada salahnya memberontak, sesekali
daripada hidup membendung palsu ?
dan akan tumpah dengan meledak-ledak
jangan malu menjadi hina
kalau malu, simpan saja dan buang jauh, kalau kau bisa
kalau tak bisa, terima saja, kau hanya manusia
egois saja sejenak
jadilah siapapun semaumu saat kau ingin

Posted in just write

Lets Make Some Ripples !

2 minggu yg lalu saya pergi ke sebuah private library. Kecil sih, tp cozy bgt tempatnya. Banyak buku luar, literatur2 keren (akhirnya ketemu jg sama tempat ginian di surabaya hehe)

Saya membaca beberapa buku, icon photography, seni jalanan Jogja ( bikin kangen Jogja lg ), buku-buku tentang pop-up, dan terakhir saya berhenti pada sebuah komik luar. English, but its not really difficult to understand. Sayang saya lupa judul dan pengarangnya. Gambarnya simpel, tp framenya cukup beruntut menggambarkan adegan per detik. Di salah satu halaman, saya tertarik pada sebuah percakapan antara gadis dan orang asing yg bertemu di sebuah jembatan. Gadis itu berkata,

Most people think of karma as this short running score. Good actions are additive, bad actions are substractive. And your subtotal at one life’s end determines wether u’ll be reincarnated on a higher or lower rung in the next. The object being to get to the top of the leader. But as i understand it, any action, good or bad, is like a ripple you make in the world and the real goal is not to make any ripples. To begin and end with subtotal ofĀ  zero.”

Sebuah tulisan yg tak ringan di sebuah buku bacaan ringan seperti komik. Begitukah hidup ? Not to make any ripples.. ?

Menurut saya hidup tak seperti itu. Apa menariknya air yg tenang ? No challenge, no story..

Memang tak enak saat ada hal yg tak baik, subctractive.. tp itulah saat kita belajar. Beberapa waktu memang hidup saya sangat tidak nyaman. Mengurangi apapun yg ada, mood, spirit, smile, focus, happiness. Saat ada hal baik, semua hal terasa sangat baik-baik saja. Bahkan menambah apapun yg ada, its additive.

Hidup tanpa emosi itu hambar. Saya, kamu, mereka, kita butuh emosi, butuh cerita, butuh pengalaman, butuh pembelajaran. Additive, substractive, lets make some ripples. Hidup tenang tanpa gangguan itu bukan berarti hidup yg berkualitas. Bukankah ombak laut lebih indah daripada air yg menggenang ??

Posted in lets talk about music

Freelance Whales

Yap..Ā  dalam bahasa kita, band ini artinya paus part time. haha. Band beraliran indie-rock ini, semua personelnya jago maen banyak bgt jenis alat musik ( mungkin ini salah satu keunggulan band-band ambient, great ! ). Anggotanya, plus alat musik yg dimainin :

1. Judah Dadone ( lead vocals, banjo, acoustic and electric guitar, synthesizer, bass )
2. Nicole Mourelatos a.k.a Doris Flynn Cellar (bass, harmonium, glockenspiel, synthesizer, vocals)
3. Chuck Criss (banjo, bass, synthesizer, glockenspiel, harmonium, acoustic and electric guitar, vocals)
4.Ā  Jacob Hyman (drums, percussion, vocals)
5. Kevin Read (acoustic and electric guitar, glockenspiel, mandolin, synthesizer, vocals)



Kalo diliat-liat, semua personelnya ada di posisi vokal kan ? Yap ! mereka semua punya suara bening dan jago nyanyi. Selain itu mereka menguasai minimal 4 alat musik ( kecuali Jacob Hyman, dia ahlinya di perkusi ).

Konser pertama mereka, mereka memilih bekas rumah masyarakat petani yg sudah ditinggalkan di sebuah sektor di New York. Ruangannya semacam bangsal, rusak dan tua. Yg dateng jg bukan anak2 muda, justru orang2 spiritual. Tetapi setelah mereka mulai memainkan lagu2 mereka, penonton sangat menyukai mereka.

Yg unik dari mereka adalah, mereka ga butuh panggung besar buat konser mereka ( mengingatkan saya pada Sigur Ros yg perform d bukit atau di bekas pabrik kosong ). Konser mereka di sebuah subway platform di New York pada th 2009 membuat mereka terkenal. Selain di subway, mereka memilih tempat-tempat sederhana seperti di pinggir jalan/trotoar.

Th 2009 mereka merilis album pertama mereka yg berjudul Weathervanes di aransemen oleh frontman mereka Judah Dadone, liriknya2 mengingatkan akan memori anak2 dan impian. Dan baru th 2010 album mereka dirilis ulang di bawah record labels mereka, Frenchkiss and Mom + Pop.
September 2010, Twitter menggunakan lagu mereka sebagai background musikĀ  salah satu service’s user mereka. NBC juga menggunakan lagu mereka Generator 1st Floor untuk acara mereka Chuck vs the Anniversary yg ditayangkan September 2010. Chevrolet jg menggunakan lagu mereka untuk iklan mereka pada th 2011.

Discography mereka.. yap ! baru 1 album.. Wheathervanes
ada 13 lagu d sana :
1. Generator 1st Floor
2. Hannah
3. Location
4. Channels
5. Starring
6. Kilojoules
7. Broken House
8. Dance Flat
9. Ghosting
10. We could be Friends
11. Vessels
12. Generator 2nd Floor
13. The Great Estates

Awal saya mendengan single Starring, saya berpikir “band electro yah ? Semacam owl city..”. Tapi setelah saya mendengar semua lagu mereka.. “Waw !”

Mereka punya keunikan dan lebih ‘berwarna’. Aransemen musiknya so simple. Tapi hasilnya, cerdas bgt ! So easy to listen..