Posted in just write, lets talk about music

Bertemu Sigur Ros

The dream come true!

Melihat live performance Sigur Ros adalah sesuatu yg tak pernah saya bayangkan menjadi nyata. Membayangkan mereka memainkan distorsi dari nada minor mereka di depan saya.. memanjakan imajinasi dalam visual tak terbatas teknis.. adalah salah satu impian saya. Dan beberapa minggu yg lalu, semua tak lagi sebatas mimpi..

image

Berlebihan mungkin diksi saya. Tapi apa yg saya dapat malam itu memang berlebihan dari ekspektasi saya. Setelah penantian sekian lama, sebuah promotor baik hati mengabulkan datangnya band asal Islandia ini. Beresiko mungkin, karena memang minim penggemar. Tak seperti Muse atau Blur yg banyak dikenal. Tapi mendatangkan Sigur Ros adalah mengabulkan mimpi para penikmat post-rock. Para pemimpi dengan imajinasi liar yg tak biasa. Yang bisa terpuaskan lewat alunan distorsi karya Sigur Ros.

120 menit. Mereka bermain cahaya seiring nada. Saling menyahut dengan jernih. Titik kuning cahaya bertebaran di panggung. Cahaya besar hijau, merah, biru, putih, menerjang imajinasi. Gambar-gambar dari mimpi terproyeksi di tengah panggung. Memanjakan indra penglihatan dan pendengaran, dan hati. Seperti entah berada dimana, seakan hanya saya dan Sigur Ros di depan saya.

Semoga ini tak hanya sekali. Masih ada Indonesia dalam list tour album mereka berikutnya, Kveikur. Sigur Ros adalah pembuat realita menjadi mimpi. Pembuat damai lewat semua konsep matang dari otak kreatif dan eksekusi yang profesional. Kami menanti kalian kembali..

image

image

*saya tak banyak memotret kali ini, konser sesyahdu Sigur Ros terlalu sayang untuk disambi melakukan hal lain hehe

Posted in lets talk about music

Copeland

Band beraliran  indie rock dari Lakeland, Florida ini terbentuk pada 2001 atas pemikiran Aaron Marsh (vox, guitar, mellotron, organ, piano ) dan James Likeness ( bass, back vox ). Bersama Bryan Laurenson ( guitar, pianist ) dan Jonathan Bucklew ( drummer, percussion ) mereka memulai perjalanan Copeland dalam album pertama mereka, Beneath Medicine Tree. Album yg terinspirasi dari kisah sang vokalis, Aaron Marsh ini menceritakan tentang kekasihnya yang harus masuk rumah sakit dan kisah meninggalnya sang nenek.   Album yang dirilis tahun 2003 ini didukung oleh label indie The Militia Group setelah mereka menandatangi kontrak pada tahun 2002. Dalam album ini, terdapat artwork karya James Likeness yang menceritakan adegan – adegan di rumah sakit. Sukses dengan album pertama, mereka melakukan beberapa tour dan perform pada tahun 2004 hingga 2006 seperti Cornerstone Florida Festive di Orlando, Florida, sebuah festival musik bagi band – band Christian yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1984. Tetapi sekalipun mereka menjadi peserta dalam acara tahunan ini, Aaron Marsh menyatakan bahwa mereka bukan sebuah band dengan konsep religius.

Tahun 2005, mereka merilis album kedua mereka, In Motion. Masih dibawah label The Militia Group, album berisi 10 lagu ini seakan menjadi album karya mereka sendiri. Album ini diproduseri sendiri oleh sang vokalis, Aaron Marsh. Layout design dan karya – karya fotografi didalamnya adalah karya sang bassist, James Likeness. Matt Goldman yang juga sebagai produseri menjadi additional player pada perkusi. Mereka juga didukung oleh beberapa teman untuk menjadi additional player pada gitar ( Troy Stains, sekaligus menjadi additional engineering ), vocals ( Stephen Nichols ), dan accordion ( Chris Arias ). Album ini berhasil menduduki peringkat ke 15 penjualan album di US.

Bagi Aaron Marsh, kedua album ini memiliki 2 konsep yang berbeda. Menurutnya Beneath Medicine Tree berkonsep, “I wanted to make e record that moves people´ sedangkan album In Motion berkonsep, “I wanted to make a record that makes people move”.

Tahun 2006, mereka menandatangi kerjasama dengan Columbia Record dan setahun kemudian mereka keluar dari label ini. Tahun 2006 ini mereka juga merilis album ketiga mereka yang berjudul Eat, Sleep, Repeat. Juli tahun 2007, James Likeness keluar dan memutuskan untuk berkonsentrasi sebagai desainer grafis daripada sebagai musikus. Dibawah perusahaan TiredChildren, James ikut andil dalam pembuatan CD Packaging, poster, web design, merchandise untuk band – band seperti Copeland, Anberlin, Hellogoodbye, Danger Radio, dan We Shot The Moon.

November 2007, mereka merilis B-side album, berjudul Dressed Up & In Line. Setahun kemudian, tahun 2008 mereka merilis album terakhir mereka berjudul You Are My Sunshine. Tahun 2009 mereka memutuskan untuk menyudahi perjalanan Copeland setelah mereka melakukan farewell tour musim panas. Indonesia sempat menjadi kota tujuan dalam rangkaian tour terakhir mereka ini. Setelah mereka bubar, mereka bermurah hati merilis EP terakhir mereka yang berjudul The Grey Man.

Pasca bubarnya Copeland, Bryan Laurenson dan Stephen Laurenson membentuk band bersama Mindy White ( vox, keyboard ) dari Lydia bernama States. Album pertama mereka berjudul Time To Begin. Album berisi 6 lagu ini memiliki aransemen khas Copeland, hanya saja kali ini dinyanyikan oleh suara seorang wanita. Bagi penggemar Copeland, States mampu mengobati rindu mereka pad Copeland.

Aaron Marsh yang banyak terlibat side-project bersama Lydia ( Illuminate ) dan band – band post-hardcore seperti Underoath ( They’re Only Chasing Safety ) dan Anberlin ( Cities )  terus melanjutkan karirnya sebagai musikus. Bersama Stephen Christian ( Anberlin ), mereka membentuk band Anchor & Braille dan merilis album berjudul Felt yang dirilis pada Agustus 2009. Tak cukup itu, dia terus berkarya untuk proyek barunya dalam band bernama The Lulls In Traffic.

Album :

Beneath Medicine Tree ( 2003 )

In Motion ( 2005 )

Eat, Sleep, Repeat ( 2006 )

Dressed Up & In Line ( 2007 )

You Are My Sunshine ( 2008 )

 

EP :

Pacifico Split ( 2001 )

The Pale Split ( 2003 )

Know Nothing The Same ( 2004 ) – cover album

Sony Connect Sessions ( 2005 ) – beberapa lagu diambil dari album In Motion

Best Buy Exclusive – Bonus Disc ( 2006 ) – beberapa lagu diambil dari album Eat, Sleep, Repeat

The Grey Man ( 2009 )

Posted in lets talk about music

Sisi Selatan

..stop your fire
stop the bomb down
let me breath in peace
cause, because this is our land..

              Beberapa deretan kata diatas adalah bagian dari lirik lagu berjudul Message from Gaza. Sebuah lagu dari sebuah band indie beraliran groove-metal ini mengangkat tema tentang perang saudara yang tak kunjung berakhir di Gaza. Jeritan tangis, ketakutan dan kutukan untuk perang tak berkesudahan yang tak pernah didengar dari rakyat Palestina menjadi inspirasi bagi mereka untuk membuat lagu ini. Sebuah harapan dari mereka agar perang tersebut segera berakhir. Perang yang mengisi jiwa anak-anak yang kehilangan orang tuanya dengan trauma yang akan mengakar di hati mereka.

Band bernama Sisi Selatan ini berasal dari sebuah kota kecil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Wonogiri. Nama Sisi Selatan diambil karena mereka berasal dari daerah selatan dari Jawa Tengah. Mereka ingin agar kota kecil mereka lebih dikenal masyarakat.  Dari segi filosofi, nama Sisi Selatan mereka ambil dari filosfi bahwa selatan adalah sisi dimana berkecamuk rasa murka dan jahat dalam diri anusia. Sisi selatan yang menurut mereka juga identik dengan arah bawah dalam gambar 2 dimensi mata angin menggambarkan rasa tunduk akan Sang Pencipta. La dalam kata Selatan mereka artikan sebagai tidak ( dalam bahasa Arab ). Secara keseluruhan, mereka berkonsep bahwa Sisi Selatan berarti sisi dimana kita tertunduk tapi bukan untuk setan.

Band yang terbentuk atas ide dari Kuncoro ( guitar ), Rizal ( Bass ), Adit ( drum ) dan Ronald ( Vocal ) ini terbentuk pada tahun 2008, yang beberapa bulan kemudian menambahkan Adi untuk melengkapi personel mereka ( guitar ).

Sejak tahun 2008 hingga kini, sekitar 70 gigs sudah ada dalam daftar list pentas mereka. Beberapa kali mereka menjadi band pembuka / opening act untuk band – band Metal seperti Dying Vetus ( Rock in Solo, 2010 ) dan Burgerkill ( Surya12, 2010 ). Mereka juga tergabung dalam band Treakk Tour tahun 2009 dan 2010, sebuah event berisikan band-band indie yang mengadakan rangkaian konser tour di wilayah karisidenan Surakarta ( Solo, Sragen, Karanganyar, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri ).

Awalnya mereka mengcover lagu-lagu dari Lamb of God, As I Lay Dying, dan band metal lainnya. Bosan dengan lagu orang, mereka mulai membuat beberapa single yang aransemennya terinfluence oleh Lamb of God, Dream Theatre dan Job For A Cowboy. Tapi tak seperti kebanyakan band metal atau hardcore, mereka memilih tema politik atau sosial untuk mengisi lirik lagu mereka. Seperti lagu Message from Gaza, lagu ini mengangkat tema sosial dari penderitaan rakyat Palestina sebagai korban perang karena keegoisan pihak yang tak punya belas kasihan.

Lagu lain seperti 34:1 ( bayang hitam ), mengangkat tema hukum di Indonesia. Judul lagu ini diambil dari pasal 34 ayat 1, yang menjelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Tapi seperti yang kita lihat, pasal ini hanya sebatas tertulis dalam daftar pasal negara tanpa realisasi pasti bahkan hampir terlupa, tanpa bukti. Lagu ini menceritakan tentang dendam seorang anak yang homeless dan menjadi anak terlantar. Dia merasa negara tak peduli padanya dan menyadari bahwa ternyata jiwa anak terlantar adalah sesuatu yang tak begitu berharga dan tak berarti bagi negara. Dan mungkin pasal 34:1 lebih pantas dengan isi yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar diasingkan oleh negara.

Lagu berjudul Aku Dipaksa Mati juga menyindir masalah adanya hukuman mati di Indonesia yang masih menjadi bahan rapat dan diskusi di meja petinggi negara. Hukuman ini dinilai melanggar hak asasi manusia. Mungkin bagi negara yang menggunakan hukum Islam, hukuman mati akan mudah diterima. Tapi mungkin akan tidak semudah itu di negara multikultural semacam Indonesia. Lagu ini menceritakan tentang seseorang yang merasa dipaksa mati oleh manusia karena dia mendapat hukuman mati, seperti dalam liriknya yang berbunyi “aku dipaksa mati, mereka bukan Tuhan..”.

Sebuah lagu lain lagi berjudul Premature System juga menyindir segala sistem yang dipaksakan untuk diterima. Yang mereka maksud di sini adalah segala sistem negara kita yang dari dulu bersifat prematur. Menurut mereka, hampir segala sistem di Indonesia dibuat dengan memaksakan kehendak dan paksaan. Alhasil, beberapa sistem akan mandeg di tengah jalan, tanpa kejelasan tapi justru dengan kemubadziran. Beberapa sistem tak benar – benar matang, dibuat tergesa seperti asal kejar setoran. Tak signifikan bahkan terkesan memaksa. Mungkin karena dari sistimnya sendiri sudah tak baik, sistem yang terbentuk pun akan menajdi seperti ini. Bagi mereka, sadar atau tidak memang inilah yang terjadi di negara Indonesia.

Memang beberapa lagu mereka juga mengangkat tema percintaan seperti lagu Late Apologize atau pengkhianatan dalam lagu berjudul Pengkhianat. Tapi mereka cenderung memilih tema sosial dan politik sebagai inspirasi mereka.

Saat ini, Sisi Selatan tengah sibuk take untuk persiapan album mereka. Sekitar 11 lagu sudah ada dalam list mereka. Untuk proyek lagu – lagu berikutnya, mereka akan lebih memilih tema sosial yang cenderung lebih universal daripada politik yang kata mereka bullshit. Saatnya ditanya apakah tak ingin mengusung tema cinta atau sesuatu yg sadis, salah seorang personel menjawab, “Cinta – cintaan biar boyband atau afgan aja yg nyanyi. Ntar saya ngrebut rejeki orang hahaha. Karena pembelajaran hidup selalu bisa membuat orang mau belajar berdiri ketika jatuh. Dan berlari daripada berjalan.”


Posted in lets talk about music

Freelance Whales

Yap..  dalam bahasa kita, band ini artinya paus part time. haha. Band beraliran indie-rock ini, semua personelnya jago maen banyak bgt jenis alat musik ( mungkin ini salah satu keunggulan band-band ambient, great ! ). Anggotanya, plus alat musik yg dimainin :

1. Judah Dadone ( lead vocals, banjo, acoustic and electric guitar, synthesizer, bass )
2. Nicole Mourelatos a.k.a Doris Flynn Cellar (bass, harmonium, glockenspiel, synthesizer, vocals)
3. Chuck Criss (banjo, bass, synthesizer, glockenspiel, harmonium, acoustic and electric guitar, vocals)
4.  Jacob Hyman (drums, percussion, vocals)
5. Kevin Read (acoustic and electric guitar, glockenspiel, mandolin, synthesizer, vocals)



Kalo diliat-liat, semua personelnya ada di posisi vokal kan ? Yap ! mereka semua punya suara bening dan jago nyanyi. Selain itu mereka menguasai minimal 4 alat musik ( kecuali Jacob Hyman, dia ahlinya di perkusi ).

Konser pertama mereka, mereka memilih bekas rumah masyarakat petani yg sudah ditinggalkan di sebuah sektor di New York. Ruangannya semacam bangsal, rusak dan tua. Yg dateng jg bukan anak2 muda, justru orang2 spiritual. Tetapi setelah mereka mulai memainkan lagu2 mereka, penonton sangat menyukai mereka.

Yg unik dari mereka adalah, mereka ga butuh panggung besar buat konser mereka ( mengingatkan saya pada Sigur Ros yg perform d bukit atau di bekas pabrik kosong ). Konser mereka di sebuah subway platform di New York pada th 2009 membuat mereka terkenal. Selain di subway, mereka memilih tempat-tempat sederhana seperti di pinggir jalan/trotoar.

Th 2009 mereka merilis album pertama mereka yg berjudul Weathervanes di aransemen oleh frontman mereka Judah Dadone, liriknya2 mengingatkan akan memori anak2 dan impian. Dan baru th 2010 album mereka dirilis ulang di bawah record labels mereka, Frenchkiss and Mom + Pop.
September 2010, Twitter menggunakan lagu mereka sebagai background musik  salah satu service’s user mereka. NBC juga menggunakan lagu mereka Generator 1st Floor untuk acara mereka Chuck vs the Anniversary yg ditayangkan September 2010. Chevrolet jg menggunakan lagu mereka untuk iklan mereka pada th 2011.

Discography mereka.. yap ! baru 1 album.. Wheathervanes
ada 13 lagu d sana :
1. Generator 1st Floor
2. Hannah
3. Location
4. Channels
5. Starring
6. Kilojoules
7. Broken House
8. Dance Flat
9. Ghosting
10. We could be Friends
11. Vessels
12. Generator 2nd Floor
13. The Great Estates

Awal saya mendengan single Starring, saya berpikir “band electro yah ? Semacam owl city..”. Tapi setelah saya mendengar semua lagu mereka.. “Waw !”

Mereka punya keunikan dan lebih ‘berwarna’. Aransemen musiknya so simple. Tapi hasilnya, cerdas bgt ! So easy to listen..

Posted in lets talk about music

Sigur Ros

Sigur Ros adalah sebuah sebuah band indie beraliran experimental and ambient work asal Islandia yang dibentuk oleh Jón Þór (Jónsi) Birgisson ( vokal, gitar ), Georg Hólm ( bass ), dan Ágúst Ævar Gunnarsson ( drum ). Mereka bertemu pada tahun 1994 dan sepakat menggunakan nama adik sang vokalis  ( Sigourney Rose ) menjadi nama band mereka karena band ini ini terbentuk bersamaan dengan lahirnya Sigourney Rose. Mereka hanya memenggalnya menjadi 2 suku kata, Sigur Ros. Tahun 1998 mereka menambah 1 personil lagi, Kjartan Sveinsson pada keyboard. Dia adalah satu-satunya anggota yang belajar bermain musik tanpa otodidak, dan kemudian dialah yang banyak menyumbang ide emas untuk mengisi aransemen orkestra dan string. Sang drumer meninggalkan Sigur Ros setelah mereka mengeluarkan album ketiga untuk memilih karirnya sebagai desainer grafis dan bergabunglah Orri Páll Dýrason untuk menggantikan sebagai drummer pada tahun 2002.

Tahun 1997 mereka merilis album pertama mereka, Von ( Harapan ) dibawah label lokal. Dan tahun 1998, mereka merilis album kelanjutan dari Von, Von brigði ( artinya sesuai dengan isinya, variasi dari Von, album pertamanya ). Sigur Ros baru meraih popularitasnya di album ketiga mereka, Ágætis byrjun ( An All Right Start ) pada tahun 1999. Dengan tetap beraliran ambient, Jonsi mempopulerkan permainan gitarnya yang menggunakan bow cello. Album ini juga membawa Sigur Ros memenangkan festival musik Icelandic Music Award dan masuk dalam album terbaik ke 29 sepanjang tahun 2000 versi majalah Rolling Stone pada tahun 2009. Tahun 1999 hingga 2000 ini banyak tawaran dari beberapa label besar yang ingin memiliki hak cipta lagu – lagu mereka, tetapi mereka justru memilih label yang memberi mereka ‘kebebasan’ paling banyak ( indie banget ya hehe ).  Tahun 2000, mereka merilis album ini di UK, dan setahun kemudian mereka merilis album mereka di US. Hampir seluruh lagu dalam album ini dinyanyikan dalam bahasa Islandia dan beberapa lagu dinyanyikan dengan bahasa Vonlenska.

Tahun 2001 mereka merilis album EP bersama seorang nelayan Islandia bernama Steindór Andersen. Album yang terdiri dari 6 lagu ini berjudul Rimur. Rimur adalah sebuah puisi tradisional Islandia, dan memang pada semua lagu di lagu ini terdapat puisi tradisional Islandia yang dibacakan oleh si nelayan. 2 lagu dari album ini diaransemen oleh si nelayan, 3 agu oleh Sigur Ros, dan 1 lagu adalah kolaborasi dengan Sigurður Sigurðarson. Ribuan kopi album ini terjual hanya dalam package kertas putih kosong.

Tahun 2002 mereka kembali merilis album, Untitled. Semua lagu di album ini dinyanyikan dengan bahasa Vonlenska atau disebut juga Hopelandic. Bahasa ini sebenarnya hanya bahasa yang tak berarti tetapi memiliki fonologi yang mirip dengan bahasa Islandia sehingga terdengar seperti bahasa Islandia. Sigur Ros sengaja menggunakan bahasa ini agar setiap pendengarnya memiliki persepsi yang berbeda dengan mengartikan sendiri apa arti lagu mereka. Setiap pendengar akan memiliki versi arti lagu mereka masing – masing dan akan menuliskan sendiri arti lagu versi mereka ke sebuah halaman kosong di package album Sigur Ros. Album ini berhasil menempati peringkat #52 di American Billboard Chart dengan penjualan lebih dari 1 juta copy di seluruh dunia. Dari album ini, sebuah video klip dari lagu Untitled 1 ( Aka Vaka ) menjadi The Best Video Clip pada MTV Europe Music Award. Video Klip ini menceritakan tentang sekelompok anak – anak yang menikmati bermain salju berwarna hitam di sebuah post-apocalyptic playground dengan tetap menggunakan masker gas ( u must see this awesome video clip ! ). Tahun 2003 mereka berkolaborasi dengan Radiohead untuk sebuah dance project karya Merce Cunningham.

Sepanjang tahun 2004 mereka mempersiapkan album mereka yang kemudian pada bulan September 2005 mereka merilis album Takk.. (  Thanks ). Album ini menjadi album mereka dengan angka penjualan tertinggi dan mereka semakin mendunia. Mereka kembali meraih sukses dengan mencapai peringkat 16 di UK chart dan peringkat 27 di US chart. Kemudian mereka melakukan tour keliling Eropa dan Amerika hingga tahun 2006 ke negara – negara seperti Kanada, Australia, New Zealand, Hongkong dan Jepang.

Setelah menyelesaikan tur keliling dunia ini, mereka kembali ke Islandia dan melakukan surprise concert dengan konsep unik seperti di lapangan terbuka, gudang tua atau sekedar di halaman rumah. Mereka mendokumentasikan konser – konser mereka ini dalam sebuah film dokumenter perjalanan mereka berjudul Heima. Film ini menyuguhkan landscape Islandia yang sangat bagus dalam framing yang unik ( selengkapnya silahkan ke sini http://astronaut13.wordpress.com/2011/02/17/heima/ )

Tahun 2008 mereka merilis album mereka Með suð í eyrum við spilum endalaust. Satu lagu di album ini ( akhirnya ) dinyanyikan dalam bahasa Inggris, dan selebihnya mereka menggunakan bahasa Islandia. Pertengahan 2008 mereka kembali melakukan konser di beberapa negara seperti New York, Australia, Jepang dan Kanada ( kapan ke Indonesianya ya ? hehe ).

Beberapa lagu Sigur Ros juga menjadi original soundtrack film, seperti film Vanilla Sky ( 2004 ), The Life Aquatic ( 2004 ), The Girl in The Cafe ( 2005 ), Mysterious Skin ( 2005 ), Immortel ( 2005 ), Penelope ( 2006 ), trailer film Children of Men, Slumdog Millionare dan Earth ( Disney movie ). Lagu mereka juga muncul dalam serial TV seperti Queer as Folk, 24, CSI, CSI : Miami, BBC’s natural history series Planet Earth ( 2006 ), closing FA Cup 206, iklan untuk England games pada FIFA World Cup 2006 dan masih banyak lagi.